MANSAI (MENANGGUK IKAN)
Oleh
: Kusnadi, S. Pd
SMA
Negeri 1 Pengkadan Kabupaten Kapuas Hulu
1.
Defenisi
Mansai1) merupakan satu diantara beberapa istilah yang
digunakan masyarakat melayu kecamatan Pengkadan untuk kegiatan menangkap ikan. Istilah
mansai juga dikenal oleh masyarakat selain melayu, yaitu suku Iban. Mansai yang
memiliki padanan katanya dengan menangguk berarti menangkap ikan dengan
tangguk. Sebagian masyarakat pengkadan menyebut tangguk dengan “kelayak”.
2.
Bentuk
Tangguk adalah sejenis
keranjang yang umumnya terbuat dari durik2)
atau jaring yang diberi bingkai. Daya tahannya pun bervariasi sesuai jenis
durik yang digunakan. Pengerajin anyaman durik biasanya memahami betul jenis
durik yang kuat atau kokoh. Namun demikian, perawatan terhadap anyaman juga
sangat menentukan.
Bentuk tangguk yang
biasa digunakan pun beragam. Ada yang bundar, persegi, dan ada yang memanjang.
Khusus bagi masyarakat melayu Pengkadan, bentuk tangguk yang lazim digunakan
berbentuk panjang, pelimpin3),
dan cekung. Bentuk yang memanjang bertujuan supaya area sungai bisa dihambat.
Sementara itu, bentuknya yang pelimpin dan cekung memudahkan pemansai untuk
merapatkan bagian depan mulut pansai.
Ukuran panjang tangguk
biasanga 0,5—1 meter. Bentuknya yang lonjong membentuk diameter mulut tangguk
berkisar antara 20—30 cm. Kedalaman cekungannya pun bervariasi, biasanya 10—15
cm. Walau demikian, ukuran dan bentuk tergantung keinginan pembuat dan selera
pemesan.
3.
Bahan dan Proses
pembuatan
Pansai4) (tangguk) dibuat dari bahan dasar durik. Durik yang
sudah dikupas kulitnya dibilah menjadi bilahan yang kecil. Ukuran bilah sesuai
dengan keinginan atau kehendak pembuatnya. Bilah tersebut diraut menjadi halus
agar mudah dianyam. Tangguk dihasilkan dari proses penganyaman bilah durik oleh
tukang anyam.
Tangguk yang sudah
dianyam biasanya diberi bingkai. Bingkai dijadikan sebagai pembentuk mulut
tangguk. Dengan bingkai, tangguk menjadi mudah dibentuk dan tahan lama. Agar
mudah dibentuk dan tahan lama, bahan untuk bingkainya harus dari akar atau
rotan pilihan.
4.
Cara atau Teknik
Mansai dilakukan dengan
membuat gaduh di area sungai yang hendak dipansai5).
Sungai tempat memansai6)
biasanya berupa anak sungai dengan diameter lebarnya 0,5 m—1 m. Begitupun
kedalamannya, biasanya tidak mencapai 1 meter. Kedalaman dan lebar sungai
sangat mempengaruhi kegiatan memansai. Karena itu, setiap orang yang memansai
selalu mempertimbangkan waktu dan tempat untuk memansai.
Kegaduhan dibuat dengan
mengibas-ngibaskan kaki di dalam air. Gerakan kibasan kaki dilakukan dengan mengarahkan
gelombang air menuju ke tangguk yang sudah dipegang atau terpasang. Biasanya,
ikan akan berlarian ke arah tangguk. Ikan yang masuk ke dalam tangguk akan
terperangkap di dalamnya beberapa saat. Untuk memastikan ikan yang sudah masuk tidak
terlepas, tangguk harus diangkat sesegera mungkin.
5.
Waktu dan Tempat
Kebanyakan sungai yang
dapat dipansai jauh dari pemukiman. Biasanya anak sungai di hulu sungai. Selain
kriteria sungai yang kecil dan dangkal, intensitas kegiatan menangkap ikan juga
kurang. Hampir dapat dipastikan ikan yang hendak ditangkap lebih banyak. Dengan
kondisi sungai yang kecil dan dangkal, ikan dapat dengan mudah ditangkap.
Mansai biasanya
dilakukan pada waktu siang hari. Jarak yang jauh dari pemukiman lebih mudah
ditempuh. Lebih hemat, karena tidak memerlukan senter sebagai penerangan. Ikan biasanya
bersembunyi di rungkap7). Rubu’8) juga
bagian yang paling disenangi ikan sebagai sarang sekaligus tempat bersembunyi.
6.
Pertimbangan
Pemansai pada umumnya
memahami karakter sungai yang di dalamnya banyak ikan. Diantaranya, seberapa
sering aktivitas menangkap ikan dilakukan. Hasil tangkapan yang mereka dapatkan
setiap kali mereka memansai. Ada atau
tidaknya aktivitas nuba9)
di sungai tersebut.
Musim kemarau merupakan
waktu yang ideal untuk memansai. Banyak sungai yang dapat dipansai karena
sungai menjadi dangkal. Ikan biasanya berkumpul pada bagian-bagian sungai yang
masih ada airnya berupa klawan10).
Pemansai tidak harus terlalu jauh bepergian mencari sungai untuk dipansai. Dengan
demikian, pemansai lebih mudah untuk ‘nosak11)
ikan masuk kelayak pemansai.
7.
Nilai-nilai
Kearifan
Mengambil ikan dengan
cara memansai merupakan cara yang tradisional. Dikatakan tradisional karena alat
yang digunakannya dari olahan bahan-bahan alam. Pansai dibuat tanpa menggunakan
teknologi, melainkan melalui tangan-tangan terampil penganyam. Cara yang
digunakan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran.
Membuat alat pansai
memerlukan keahlian. Hanya tangan-tangan terampil yang dapat membuatnya. Pansai
termasuk seni kerajinan tangan. Karena itu, membuat alat pansai harus tetap
dipertahankan agar seni kerajinan ini tidak punah.
Memamansai termasuk
upaya melestarikan ikan dari kepunahan. Tidak semua ikan dapat ditangkap oleh
pemansai. Ikan yang tidak tertangkap tentunya tetap lestari dan berkembang
(beranak-pinak). Berbeda dengan cara modern yang menghabiskan semua ikan,
merusak habitat dan ekosistem.
Ikan yang biasa
tertangkap saat memansai juga beragam. Hampir semua jenis ikan sungai sangat
mungkin didapat oleh pemansai. Sebagian besar ikan yang didapat adalah ikan
lele karena ikan ini merupakan penghuni sungai-sungai kecil. Ada juga ikan
seluang, bantak, kerakap, dan
lain-lain.
Alam dan seluruh isinya
merupakan anugerah dari Tuhan. Sebagai manusia, kita harus menjaga dari
kerusakan dan kepunahan. Isinya harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk
kesejahteraan hidup kita. Anugerah ini kita pelihara supaya dapat diwariskan
kepada anak-cucu dimasa yang akan datang. Contoh konkretnya adalah mengambil
ikan dengan cara yang bijaksana tanpa harus merusak kelangsungan hidup
ekosistemnya.
8.
Kesimpulan dan
Saran
Mansai merupakan
tradisi yang pernah berkembang pada masyarakat melayu kecamatan Pengkadan.
Sebagian masyarakat masih mengenal tradisi ini, meskipun sudah dianggap tidak
populer. Masyarakat kecamatan Pengkadan hanya melakukan kegiatan memansai di
sungai-sungai.
Tradisi mansai harus
tetap dipertahankan. Mansai merupakan bentuk kearifan lokal yang dikembangkan
oleh nenek moyang dalam upaya menjaga keseimbangan alam. Jadikan generasi kita
tidak hanya mendengarkan cerita, tetapi menjadi saksi dari anugerah yang
diberikan Tuhan berupa kekayaan alam yang melimpah.
9.
Penjelasan
Istilah
1)
Mansai,
menangkap ikan dengan tangguk. Mansai memiliki padanan kata dalam bahasa
Indonesia Menangguk.
2)
Durik,
jenis tumbuhan akar yang kulitnya berduri. Durik termasuk golongan rotan.
3)
Pelimpin,
bentuk yang lonjong atau pipih dengan cekungan yang agak dalam.
4)
Pansai,
alat yang digunakan untuk menangkap ikan terbuat dari anyaman rotan.
5)
Dipansai,
mengacu pada tempat, area, wilayah. Lihat aturan penggunaan awalan di-.
6)
Memansai,
menggunakan alat pansai (kelayak) untuk
menangkap ikan.
7)
Rungkap,
bagian tebing sungai yang membentuk ruang atau curuk, biasanya agak dangkal.
8)
Rubu’,
kumpulan daun-daun yang mulai membusuk dalam air yang tenang.
9)
Nuba,
mengambil ikan dengan meracuni dengan racun akar tuba.
10) Klawan, bagian sungai yang sudah terputus karena kemarau
dan membentuk genangan air.
11) Nyosa’, memburu ikan di air dengan mengibas-ngibaskan air
dengan kaki atau tangan supaya menimbulkan bunyi dan gelombang.
Contoh : gambar alat pemansai gambar kegiatan memansai


Tidak ada komentar:
Posting Komentar